“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadat manusia ialah Baitullah yang di Makkah yang diberkahi.” (Al-Imran, ayat 96).
Kabah
berbentuk bangunan kubus yang berukuran 12 x 10 x 15 meter. Kabah
disebut juga dengan nama Baitullah atau Baitul Atiq (rumah tua) yang
dibangun dan dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi
Ismail berada di Mekah atas perintah Allah. Kalau kita membaca
Al-Qur’an surah Ibrahim ayat 37 yang berbunyi, “Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di
lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman didekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar
mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.”
kalau
kita membaca ayat diatas, kita bisa mengetahui bawah Kabah telah ada
sewaktu Nabi Ibrahim AS menempatkan istrinya Hajar dan bayi Ismail di
lokasi tersebut. Jadi Kabah telah ada sebelum Nabi Ibrahim AS
menginjakan kakinya di Mekah.
Pada
zaman Jahiliyyah sebelum diangkatnya Rasulullah SAW menjadi Nabi sampai
kepindahannya ke kota Madinah, Kabah penuh dikelilingi dengan
patung-patung yang merupakan Tuhan bangsa Arab, padahal Nabi Ibrahim AS
yang merupakan nenek moyang bangsa Arab mengajarkan tidak boleh
mempersekutukan Allah, tidak boleh menyembah Tuhan selain Allah yang
Tunggal, tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak beranak dan
diperanakkan. Setelah pembebasan kota Mekah, Kabah akhirnya dibersihkan
dari patung-patung tanpa kekerasan dan tanpa pertumpahan darah.
Selanjutnya
bangunan ini diurus dan dipelihara oleh Bani Sya’ibah sebagai pemegang
kunci Kabah dan administrasi serta pelayanan haji diatur oleh
pemerintahan, baik pemerintahan khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Muawwiyah bin Abu Sufyan, Dinasti Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah, Dinasti
Usmaniyah Turki, sampai saat ini yakni pemerintah kerajaan Arab Saudi
yang bertindak sebagai pelayan dua kota suci, Mekah dan Madinah.
Pada
zaman Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS pondasi bangunan Kabah terdiri
atas dua pintu dan letak pintunya terletak diatas tanah, tidak seperti
sekarang yang pintunya terletak agak tinggi. Namun ketika renovasi Kabah
akibat bencana banjir pada saat Rasulullah SAW berusia 30 tahun dan
sebelum diangkat menjadi Rasul, karena merenovasi Kabah sebagai bangunan
suci harus menggunakan harta yang halal dan bersih, sehingga pada saat
itu terjadi kekurangan biaya. Maka bangunan kabah dibuat hanya satu
pintu serta ada bagian Kabah yang tidak dimasukkan kedalam bangunan
Kabah yang dinamakan Hijir Ismail yang diberi tanda setengah lingkaran
pada salah satu sisi Kabah. Saat itu pintunya dibuat tinggi letaknya
agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya. Karena suku
Quraisy merupakan suku atau kabilah yang sangat dimuliakan oleh bangsa
Arab.
Karena
agama Islam masih baru dan baru saja dikenal, maka Nabi SAW
mengurungkan niatnya untuk merenovasi kembali Kabah sehingga ditulis
dalam sebuah hadits perkataan beliau: “Andaikata
kaumku bukan baru saja meninggalkan kekafiran, akan Aku turunkan pintu
Kabah dan dibuat dua pintunya serta dimasukkan Hijir Ismail kedalam
Kabah”, sebagaimana pondasi yang dibangun oleh Nabi Ibrahim.”
Jadi
kalau begitu Hijir Ismail termasuk bagian dari Kabah. Makanya dalam
bertawaf kita diharuskan mengelilingi Kabah dan Hijir Ismail. Hijir
Ismail adalah tempat dimana Nabi Ismail AS lahir dan diletakan di
pangkuan ibunya Hajar.
Ketika masa
Abdurahman bin Zubair memerintah daerah Hijaz, bangunan Kabah dibuat
sebagaimana perkataan Nabi SAW atas pondasi Nabi Ibrahim AS. Namun
karena terjadi peperangan dengan Abdul Malik bin Marwan, penguasa daerah
Syam, terjadi kebakaran pada Kabah akibat tembakan pelontar (Manjaniq)
yang dimiliki pasukan Syam. Sehingga Abdul Malik bin Marwan yang
kemudian menjadi khalifah, melakukan renovasi kembali Kabah berdasarkan
bangunan hasil renovasi Rasulullah SAW pada usia 30 tahun bukan
berdasarkan pondasi yang dibangun Nabi Ibrahim AS. Dalam sejarahnya
Kabah beberapa kali mengalami kerusakan sebagai akibat dari peperangan
dan umur bangunan.
Ketika masa
pemerintahan khalifah Harun Al Rasyid pada masa kekhalifahan Abbasiyyah,
khalifah berencana untuk merenovasi kembali kabah sesuai dengan pondasi
Nabi Ibrahim dan yang diinginkan Nabi SAW, namun segera dicegah oleh
salah seorang ulama terkemuka yakni Imam Malik karena dikhawatirkan
nanti bangunan suci itu dijadikan masalah khilafiyah oleh penguasa
sesudah beliau dan bisa mengakibatkan bongkar pasang Kabah. Maka sampai
sekarang ini bangunan Kabah tetap sesuai dengan renovasi khalifah Abdul
Malik bin Marwan sampai sekarang
Hajar AswadMakam Ibrahim
Multazam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar