Selasa, 14 Maret 2017

Ini Alasan Zakir Naik Berkunjung ke Indonesia

Cendekiawan Muslim asal India, Dr. Zakir Abdul Karim Naik akan melakukan safari dakwah di Indonesia pada awal April 2017. Kedatangan Zakir Naik ke Indonesia dikabarkan atas keinginannya sendiri karena tertarik dengan Indonesia. "Sebenarnya keinginan untuk datang ke Indonesia di akhir Maret sampai awal April ini adalah keinginan beliau (Dr. Zakir) sendiri," kata Ketua Humas Panitia Zakir Naik Visit Indonesia 2017, Budhi Setiawan kepada Republika.co.id, Senin (13/3). Ia menyampaikan, pada awal Maret, Zakir Naik datang ke Indonesia. Dia kemudian bercerita tentang alasannya datang ke Indonesia. Kedatangan Zakir Naik ke Indonesia bukan karena undangan dari lembaga atau seseorang, tapi murni atas keinginan sendiri. Ia menerangkan, menurut Zakir Naik, Indonesia adalah negara Muslim terbesar di Dunia. Karena hal itulah Zakir berkunjung ke Indonesia untuk melakukan safari dakwah di beberapa kota. "Kata Ustaz Hanny, sebagaimana layaknya Muslim yang kedatangan tamu, maka kita menyiapkan kebutuhan beliau (Dr. Zakir) selama silaturahim dengan umat Islam di Indonesia. Juga beliau lah yang memutuskan ke Indonesia," ujarnya. Sebelumnya, Zakir Naik berkunjung pada awal Maret kemudian berdiskusi dengan Ustaz Hanny Kristianto sebagai Wakil Ketua Pelaksana acara Zakir Naik Visit Indonesia 2017. Kemudian, Ustaz Hanny membentuk panitia dengan Al Bukhari Wahid yang kini menjadi ketua panita pelaksana acara. Budhi juga menyampaikan, Safari dakwah bertajuk Zakir Naik Visit Indonesia 2017 akan berlangsung selama 10 hari. Dimulai sejak 1-10 April 2017. Rencananya, Zakir Naik akan menyampaikan ceramah di enam kota yang ada di Indonesia. Model penyampaiannya ceramah seperti biasa, kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab dengan peserta, bukan debat dengan peserta.

Sabtu, 27 Agustus 2016

Kisah Cinta Dibalik Lahirnya Salahuddin Alayyubi, Sang Pembebas Baitul Maqdis


Najmuddin Ayyub, penguasa Tikrit saat itu belum menikah dalam waktu yang lama. Saudaranya yang bernama Asaduddin Syerkuh bertanya:

“Saudaraku, mengapa kamu belum menikah?”

Najmuddin menjawab, “Aku belum mendapatkan yang cocok.”

“Maukah aku lamarkan seseorang untukmu?”

“Siapa?”

“Puteri Malik Syah, anak Sultan Muhammad bin Malik Syah, Raja bani Saljuk atau putri Nidzamul Malik, dulu menteri dari para menteri agung zaman Abbasiyah.”

Najmuddin berkata, “Mereka tidak cocok untukku.”

Heranlah Asaduddin Syerkuh. Ia berkata, “Lantas, siapa yang cocok bagimu?”

Najmuddin menjawab, “Aku menginginkan istri yang salihah yang bisa menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia tarbiyah dengan baik hingga jadi pemuda dan ksatria serta mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin.”

Waktu itu, Baitul Maqdis dijajah oleh pasukan salib dan Najmuddin masa itu tinggal di Tikrit, Irak, yang berjarak jauh dari lokasi tersebut. Namun, hati dan pikirannya senantiasa terpaut dengan Baitul Maqdis.

Impiannya adalah menikahi istri yang salihah dan melahirkan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke pangkuan kaum muslimin.

Asaduddin tidak terlalu heran dengan ungkapan saudaranya, ia berkata, “Di mana kamu bisa mendapatkan yang seperti ini?”

Najmuddin menjawab, “Barang siapa ikhlas niat karena Allah, akan Allah karuniakan pertolongan.”

Maka, pada suatu hari, Najmuddin duduk bersama seorang Syaikh di masjid Tikrit dan berbincang-bincang. Datanglah seorang gadis memanggil Syaikh dari balik tirai dan Syaikh tersebut minta izin Najmuddin untuk bicara dengan si gadis.

Najmuddin mendengar Syaikh berkata pada si gadis, “Kenapa kau tolak utusan yang datang ke rumahmu untuk meminangmu?”

Gadis itu menjawab, “Wahai, Syaikh. Ia adalah sebaik-baik pemuda yang punya ketampanan dan kedudukan, tetapi ia tidak cocok untukku.”

Syaikh berkata, “Siapa yang kau inginkan?”

Gadis itu menjawab, “Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin. Dia cocok untukku!”

Najmuddin bagai disambar petir saat mendengar kata-kata wanita dari balik tirai itu.

Allahu Akbar! Itu kata-kata yang sama yang diucapkan Najmuddin kepada saudaranya. Sama persis dengan kata-kata yang diucapkan gadis itu kepada Syaikh.

Bagaimana mungkin ini terjadi kalau tak ada campur tangan Allah yang Maha Kuasa? Najmuddin menolak putri Sultan dan Menteri yang punya kecantikan dan kedudukan. Begitu juga gadis itu menolak pemuda yang punya kedudukan dan ketampanan.

Apa maksud ini semua? Keduanya menginginkan tangan yang bisa menggandeng ke surga dan melahirkan darinya ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.

Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh, “Aku ingin menikah dengan gadis ini.”

Syaikh mulanya kebingungan. Namun, akhirnya beliau menjawab dengan heran, “Mengapa? Dia gadis kampung yang miskin.”

Najmuddin berkata, “Ini yang aku inginkan. Aku ingin istri salihah yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik jadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.”

Maka, menikahlah Najmuddin Ayyub dengan gadis itu.

Tak lama kemudian, lahirlah putra Najmuddin yang menjadi ksatria yang mengembalikan Baitul Maqdis ke haribaan kaum muslimin. Anak itu lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M. Namanya adalah Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi atau lebih dikenal dengan nama SHALAHUDDIN AL AYYUBI (صلاح الدین ایوبی).

Dikutip dari Talkhis Kitabush Shiyam min Syarhil Mumti’ karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin

Kamis, 02 Juni 2016

Jodoh?

Jodoh? Percayalah jodoh sudah ada yang mengatur. Setiap manusia ditakdirkan berpasang-pasangan.