Rabu, 03 September 2014

Ustadz Syamsi Ali, Dai Asal Indonesia Di Negeri Paman Sam (New York)

Videos
… Dia pernah tampil di mimbar “A Prayer for America” di Stadion Yankee, kota New York, 23 September 2004. Sekitar 50 ribu orang memadati stadion itu. Tua-muda, lelaki dan perempuan, kulit putih dan kulit hitam, dan pelbagai ras dan bangsa di Amerika “tumplek blek” di situ …”

Oleh: Akhmad Kusaeni

Indonesia harus bangga memiliki Syamsi Ali, imam asal Bulukumba yang menjadi jurubicara Muslim di Amerika Serikat. Ia adalah penyiar Islam di negara adidaya yang sekarang sedang berperang melawan terorisme, yang celakanya sering dikait-kaitkan dengan Islam.
Syiar Islam dan dakwah Ustadz Syamsi Ali (40), tidak terbatas kepada jemaah warga Indonesia saja, melainkan juga Muslim Amerika. Khususnya di New York dan Washington DC.
Selain sebagai imam pada Islamic Center, masjid terbesar di New York, Syamsi Ali juga dipercaya menjadi Direktur Jamaica Muslim Center, sebuah yayasan dan masjid di kawasan timur New York yang dikelola komunitas Muslim asal Asia Selatan, seperti Bangladesh, Pakistan dan India.
Syamsi berasal dari sebuah desa kecil di Sulawesi Selatan. Kepintarannya berdakwah sudah tampak sejak menjadi santri di pondok pesantren Bulukumba. Ia pergi ke Arab Saudi untuk memperdalam ilmu agama dan ke Pakistan untuk belajar ilmu dunia, sebelum menjadi lokal staf di Perwakilan Tetap RI di New York. Ia mengharumkan citra Islam Indonesia yang moderat dengan pandangan dan aktivitasnya di berbagai forum internasional.
Misalnya saja ia pernah tampil berdakwah di mimbar “A Prayer for America” di Stadion Yankee, kota New York, 23 September 2004. Sekitar 50 ribu orang memadati stadion itu. Tua-muda, lelaki dan perempuan, kulit putih dan kulit hitam, dan pelbagai ras dan bangsa di Amerika “tumplek blek” di situ.
Di panggung, hadir ratu acara bincang-bincang televisi Oprah Winfrey, mantan Presiden Bill Clinton, senator Hillary Clinton, Gubernur Negara Bagian New York George Pataki, Wali Kota New York Rudolph Giuliani, artis Bette Midler dan penyanyi country Lee Greenwood. Di New York, statistik menunjukkan terdapat lebih 800.000 kaum Muslimin.
Di podium, Syamsi membacakan dan mengupas surat Al-Hujurat ayat 13 yang intinya bercerita tentang asal-usul manusia yang dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Tidak ada bangsa yang paling tinggi derajatnya, karena yang termulia adalah yang paling bertakwa.
Dengan mengurai makna ayat itu, Syamsi ingin menceritakan kepada publik Amerika bahwa Islam adalah agama yang mengakui persaudaraan umat manusia.
“Islam tak membenci umat lain. Justru Islam datang untuk mengangkat derajat semua manusia,” kata Syamsi Ali, berusaha mengurangi kebencian sebagian warga Amerika terhadap Islam pasca serangan teroris 11 September 2001.
Sejak peristiwa itu, semakin banyak orang di Amerika Serikat yang ingin tahu lebih mendalam mengenai Islam. “Inilah tugas kami untuk memberi penjelasan sebenarnya tentang Islam yang rahmatan lil alamin,” katanya.
Amerika negara Islami?
Ustadz Ali juga punya kebiasaan menulis kegiatan dakwahnya di “mailinng list”.
Tanggal 22 Oktober lalu, misalnya, ia berkisah tentang pengalamannya menjadi pembicara bersama Rabbi Marc Shneier dari East New York Synagogue dalam acara “Dialog Muslim-Yahudi: Tantangan dan Peluang Hubungan di Masa Depan”. Acara yang dihadiri lebih dari 400-an mahasiswa dan professor Universitas New York (NYU) itu, menurut Syamsi Ali, berjalan hangat dan seru.
Moderator diskusi, Joel Cohen, mantan jaksa dan penulis buku “Moses and Jesus in Dialogue” bertanya mengenai bagaimana Syamsi Ali menyikapi jika suatu ketika ada Muslim, yang dalam bahasa Cohen “a Mullah”, ingin mendirikan negara Islam di Amerika.
Jawaban Syamsi Ali mengejutkan peserta. Banyak di antara mereka geleng-geleng kepala. Syamsi menegaskan bahwa “syariat phobia” yang masih menggeluti kebanyakan warga Amerika seharusnya dikurangi.
“Amerika, dalam banyak hal lebih pantas untuk dikatakan negara Islam ketimbang banyak negara yang diakui sebagai negara Islam saat ini,” ujar Syamsi Ali.
Amerika, katanya, telah lebih banyak menegakkan syariat Islam ketimbang negara-negara yang mengaku mengusung syariat. Untuk itu, seorang Muslim yang paham tentang konsep masyarakat dalam Islam, tidak akan pernah mempermasalahkan itu lagi. Sebaliknya, non-Muslim juga seharusnya tidak perlu “over worried” mengenai hal tersebut.
Dalam pandangan Syamsi Ali, syariat adalah landasan hidup seorang Muslim. Berislam tanpa bersyariat adalah sesuatu yang mustahil. Hukum-hukum yang mengatur kehidupan seorang Muslim, mulai dari masalah-masalah keimanan, ritual, hingga kepada masalah-masalah mu`amalat (hubungan antar makhluk) masuk dalam kategori syariah. Untuk itu, memutuskan hubungan antara kehidupan seorang Muslim dengan syariat sama dengan memisahkan antara daging dan darahnya.
Amerika yang didirikan di atas asas kebebasan, kesetaraan dan keadilan untuk semua, sesungguhnya didirikan di atas asas nilai-nilai dasar Islam. Islam juga didasarkan kepada nilai-nilai kebebasan (al-hurriyah), keadilan (al `adaalah) dan persamaan (al musawah).
Atas dasar itu, Syamsi Ali dengan keyakinan penuh menegaskan bahwa kehadiran Islam di Amerika adalah ibarat benih subur yang terjatuh di atas lahan yang subur. Dia akan tumbuh dengan baik dan subur karena memang lahan yang ditempatinya sesuai dengan kebutuhan benih tanaman ini.
Kelak, lanjut Syamsi, tanaman ini pasti akan dirasakan karena memang manusia yang mendiaminya telah lama marasakan kehausan untuk itu.

Sabtu, 09 Agustus 2014

Perang (Media), Perang Dunia Ketiga!


Image
Ini bukan soal wacana perang akhir zaman yang telah diramalkan oleh Nabi. Tetapi mungkin bisa jadi inilah bagian kecil darinya, atau semacam appetizers…
Ini adalah soal tentang pertempuran ide(ologi) diseputar kita. 24 jam, tanpa henti, televisi, koran, majalah, tabloid, bahkan di gadget smartphone yang kita miliki.

Kata Said Qutb, “Satu buah peluru hanya bisa menembus satu kepala, satu buah pena bisa menembus ribuan…”

Begitulah kawan, kini senjata yang jauh lebih mematikan daya destruktifnya adalah “pena”. Tulisan memang tidak menyebabkan seseorang mati fisik, namun hati dan otak mereka bisa mati membatu. Lebih parah. Bahkan kematian nurani itu bisa menular massif bagai wabah-bergenerasi, semua tergantung bagaimana medium yang digunakan dan juga kemasannya.

Dan sejalan dengan tutur nabi terkait akhir zaman, dimana akan datang suatu masa orang-orang membenarnya orang yang dusta dan mendustakan orang-orang yang benar dan mempercayai orang-orang yang khianat dan mengkhianati orang-orang yang dipercaya... (H.R. Ibnu Majah/4036).
Dan media cetak-digital-audio visual kini menjadi sarana dan senjata utamanya, membenarkan ramalan nabi tersebut. Atas kerja-kerja tukang sihir baru di zaman mutakhir ini kita perlu sikap yang tepat.

Dunia kini sedang dan telah mengalami shifting of power, semua bisa memiliki potensi distruktif, sekaligus konstruktif. Tinggal mana yang paling dominan di tiap masing-masing diri. Semua orang bisa menjadi jurnalis dan penyebar berita. Opini, pendapat, fakta, dusta dan realita berbaur menjadi satu, bagai kepulan asap di udara berbaur, bersama partikel lain. Yang baik tampai buruk dan sebaliknya yang buruk bisa tampak bagus.

Framing; bingkai, alur, plot dan narasi serta deskripsi bisa dengan mudah dibuat seperti mengumpulkan kepingan mozaik bagai sebuah puzzle, kemudian direkonstruksi, disusun dan disajikan kepada pembaca dan penikmat berita. Antara fakta dan fiksi dibaur dalam diksi penuh retorika, sarat jebakan dan distorsi sesuai dengan pesanan, sesuai dengan arahan. Kemudian berita pesanan tersebut disebar  dengan metode forward, direct selling, word to mouth, viral dan spinning, berputar-putar menjadi diantara ribuan bit data meluap-luap siap menjejali otak-otak kita melalui piranti, gadget dan media audio-visual disekitar.  Antara berita dan propaganda menjadi absurd, tidak jelas dan baur-bercampur aduk.

Agaknya Joshep Goebbels, Menteri Propaganda Nazi di zaman Hitler dahulu, lebih vulgar lagi dalam merumus bagaimana cara membentuk citra. Ia mengatakan: “Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya” (wikipedia).
Ilmu jurnalis kini menjadi begitu penting perlu kita ajarkan kepada anak-anak kita. Bukan sekedar tentang 9 elemen jurnalisme Bill Kovack tetapi jauh dari pada itu. Kita harus bisa menyiapkan filter yang baik.

Ahli komunikasi Murray Edelman (1977) sudah sejak jauh hari menyampaikan postulat bahwa media melakukan framing karena ia punya konstruksi, ideologi, dan politiknya sendiri.  Tidak ada media yang benar-benar independen. Berharap media berenang di ruang hampa adalah hampir mustahil. Sama seperti berharap objektifitas ala ruang hampa dimana menuntut mereka hanya memberitakan yang baik-baik saja , tentu sangat absurd dan nyaris utopis belaka. Ingat dogma: “The bad news is the good news.” 

Rabu, 16 Juli 2014

Belilah Meski Kita Tidak Butuh


Doakan Bapak Ini..
Semoga Rezekinya di lipat gandakan Oleh Allah Swt...
Aminn...


Refleksi Kehidupan


Seorang tukang bangunan yang sudah
tua berniat untuk pensiun dari
profesi yang sudah ia geluti selama
puluhan tahun.
Ia ingin menikmati masa tua bersama
istri dan anak cucunya. Ia tahu ia
akan kehilangan penghasilan rutinnya
namun bagaimanapun tubuh tuanya butuh
istirahat. Ia pun menyampaikan
rencana tersebut kepada mandornya.
Sang Mandor merasa sedih, sebab ia
akan kehilangan salah satu tukang
kayu terbaiknya, ahli bangunan yang
handal yang ia miliki dalam timnya.
Namun ia juga tidak bisa memaksa.
Sebagai permintaan terakhir sebelum
tukang kayu tua ini berhenti, sang
mandor memintanya untuk sekali lagi
membangun sebuah rumah untuk terakhir
kalinya.
Dengan berat hati si tukang kayu
menyanggupi namun ia berkata karena
ia sudah berniat untuk pensiun maka
ia akan mengerjakannya tidak dengan
segenap hati.
Sang mandor hanya tersenyum dan
berkata, "Kerjakanlah dengan yang
terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas
membangun dengan semua bahan terbaik
yang ada."
Tukang kayu lalu memulai pekerjaan
terakhirnya. Ia begitu malas-malasan.
Ia asal-asalan membuat rangka
bangunan, ia malas mencari, maka ia
gunakan bahan-bahan berkualitas
rendah. Sayang sekali, ia memilih
cara yang buruk untuk mengakhiri
karirnya.
Saat rumah itu selesai. Sang mandor
datang untuk memeriksa. Saat sang
mandor memegang daun pintu depan, ia
berbalik dan berkata, "Ini adalah
rumahmu, hadiah dariku untukmu!"
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Ia
sangat menyesal. Kalau saja sejak
awal ia tahu bahwa ia sedang
membangun rumahnya, ia akan
mengerjakannya dengan
sungguh-sungguh. Sekarang akibatnya,
ia harus tinggal di rumah yang ia
bangun dengan asal-asalan.
Inilah refleksi hidup kita!
Pikirkanlah kisah si tukang kayu ini.
Anggaplah rumah itu sama dengan
kehidupan Anda. Setiap kali Anda
memalu paku, memasang rangka,
memasang keramik, lakukanlah dengan
segenap hati dan bijaksana.
Sebab kehidupanmu saat ini adalah
akibat dari pilihanmu di masa lalu.
Masa depanmu adalalah hasil dari
keputusanmu saat ini.

Jumat, 04 Juli 2014

Islam Agama Paling Banyak Dianut di Dunia 2014

 
Jakarta - Jumlah penduduk dunia saat ini mencapai lebih dari 7 miliar jiwa. Dari total itu, populasi umat Islam saat ini menjadi yang terbesar dibanding populasi umat lain.

Dikutip dari religiouspopulation.com, Jumat (4/7/2014), Islam saat ini menjadi agama dengan populasi paling besar di dunia dibanding agama lain. Penambahan populasi muslim dunia dinilai paling cepat di planet ini dibanding populasi umat lain. Populasinya diperkirakan mencapai lebih dari 2,08 miliar jiwa, lebih besar dibanding populasi umat Kristen yang mencapai 2,01 miliar jiwa.

Jumlah itu lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang menyebutkan populasi muslim antara 1,6-1,7 miliar jiwa.

Sementara populasi umat Yahudi di dunia hanya 13,3 juta jiwa. Pertumbuhan populasi Yahudi di seluruh dunia hanya sekutar 0,3 %, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan populasi manusia yang mencapai 1,4%. Jumlah populasi Yahudi bahkan jauh lebih sedikit dibanding populasi umat Budha yang mencapai sekitar 300 juta jiwa.

Data tersebut menunjukan perkembangan populasi Islam yang terbanyak terjadi di benua Asia, lalu diikuti benua Afrika, Eropa dan Amerika. Menurut data itu juga, peningkatan angka populasi muslim disebabkan faktor kelahiran dan tingginya angka orang yang beralih masuk ke dalam Islam.

Data tersebut mengutip sejumlah sumber kredibel yang dirilis lembaga-lembaga terpercaya seperti Biro Referensi Penduduk, CIA Fact Sheet, Pew Forum, Encyclopedia of The Nation, Holt Rinehart dan Winston, BBC dan database lain yang relevan.

http://ramadan.detik.com/read/2014/07/04/105142/2627657/631/islam-agama-paling-banyak-dianut-di-dunia?991104topnews

Senin, 09 Juni 2014

Hubbud Dunya

Cinta dunia. 
Oleh: KH Athian Ali Dai
Salah satu hal yang paling dirisaukan oleh Rasulullah SAW adalah ketika umat Islam sudah terjebak ke dalam cinta berlebih-lebihan kepada dunia. Dalam kamus Islam, kondisi ini dikenal dengan istilah hubbud dunya atau gila dunia.

Hubbud dunya adalah sumber kehancuran umat. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat melemahkan dan menggerus keimanan seseorang kepada Allah SWT.

Rasulullah bersabda, “Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku khawatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (HR Bukhari-Muslim)

Ketika seorang Muslim sudah menjadikan dunia ini sebagai tujuannya, maka itu alamat dia telah terjebak dalam hubbud dunya. Padahal, dalam prinsip akidah Mukmin, dunia ini bukanlah tujuan. Melainkan hanya alat untuk mencapai kebahagiaan di akhirat kelak.

Dalam Alquran Allah SWT berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS al-Qashash: 77)

Ketika seseorang menjadikan dunia ini sebagai tujuan, maka cintanya kepada dunia akan melebihi cintanya kepada Allah. Dia bakal lalai mengingat Allah. Sebagai konsekuensinya, dia akan mudah tergelincir ke dalam pusaran dosa. Dia juga tidak siap menjalani hidup dengan cara-cara yang diridhai Allah.

Mungkin kita pernah mendengar ada orang yang sampai menghalalkan segala cara demi memperoleh kenikmatan duniawi. Mulai dari merampok, mencuri, membunuh, korupsi, atau juga mengejar jabatan tertentu lewat jalan yang dilaknat Allah.

Mengapa mereka mau melakukan semua perbuatan jahat itu? Itu karena mereka sudah terjebak ke dalam hubbud dunya, sehingga  mereka pun lupa akan adanya kehidupan setelah kematian. Mereka tidak ingat, setiap perbuatan mereka di alam fana ini akan dipertanggungjawabakan di akhirat kelak.

Orang-orang yang gila dunia juga tidak akan pernah siap menghadapi musibah. Jika mereka kehilangan harta sedikit saja, maka mereka akan menyesalinya sejadi-jadinya. Jika mereka gagal meraih sesuatu, maka mereka akan menjadi stres atau bahkan sakit jiwa.

Yang lebih berbahaya lagi, mereka yang begitu mencintai dunia juga akan mudah goyah imannya. Mereka bahkan tak segan-segan lagi menjual agama demi memenuhi hawa nafsu bejat mereka.

Sebagai seorang Mukmin, apa yang mesti kita lakukan agar terhindar dari penyakit ini? Tentunya kita harus senantiasa memantapkan akidah. Salah satunya adalah dengan memperbanyak mengingat kematian. Orang yang rajin mengingat mati, insya Allah akan mampu memelihara hatinya dari hubbud dunya.
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/benteng-akidah/14/06/03/n6l0zd-hubbud-dunya