“Subhanallah walhamdulillah, karena saya sering menyuruh orang untuk bersedekah, saya diuji bertubi-tubi.”
Pendiri Daarul Qur’an Internasional School, Ustadz Yusuf Mansur,
mengaku pernah lupa bahwa manusia tak boleh memastikan sesuatu yang
belum terjadi. Yusuf berkisah, pada 1990 lalu, ia yakin dan telah
mempersiapkan segala sesuatunya untuk menunaikan ibadah haji.
Namun, menjelang hari pemberangkatan ia memliliki masalah sehingga
batal ke Tanah Haram. Begitu pula pada tahun 2003. Saat itu, Yusuf
kembali memiliki segala persiapan untuk berangkat ke Arab Saudi. Namun
karena terganjal masalah keluarga, lagi-lagi ia batal untuk menunaikan
ibadah haji.
”Astaghfirullah. Saya pernah lupa sudah merasa yakin dan memastikan hal yang belum terjadi. La haula wala quwwata illa billah,” ujarnya.
Tahun 2005, media massa kerap menggunakan gelar haji yang melekat
pada dirinya. ”Padahal waktu itu saya belum berhaji. Alhamdulillah, itu
saya anggap sebuah doa,” ujarnya. Ia pun sengaja tidak mengklarifikasi
masalah itu karena gelar haji memotivasinya untuk terus memohon agar
Allah mengijzinkannya berhaji.
Setahun kemudian, sebuah travel terkemuka menawarkan dirinya untuk
menunaikan ibadah haji secara gratis. Ia pun diamanahkan untuk menjadi
pimpinan rombongan. Ia sempat menolak lantaran belum pernah menunaikan
haji. Namun pihak travel terus mendesak ustadz yang pernah keranjingan
balap motor ini.
Akhirnya, ia pun setuju dan iklan pun dipajang untuk mengajak
masyarakat berangkat haji bersamanya. Pendaftaran para calon jamaah haji
pun mengalir. Antusias masyarakat yang ingin pergi bersamanya begitu
tinggi.
Tapi Allah masih berkehendak lain. Menjelang pemberangkatan, pihak
travel membatalkan dengan alasan jika belum berhaji tidak diizinkan
memimpin rombongan. Akhirnya, pihak travel menawarkan dirinya menjadi
jamaah lebih dulu, dan tahun berikutnya menjadi pemimpin rombongan.
Tapi tawaran tersebut tak lagi gratis namun mendapat diskon hampir
setengah harga. Pria kelahiran Jakarta, 19 Desember 1976 ini mengaku
sempat menangis. Bukan karena biaya gratis yang dibatalkan. Ia khawatir
merasa membohongi masyarakat dan membuat kecewa banyak calon jamaah.
Namun, ia lebih sedih lantaran Allah tak jua memanggilnya untuk ke
Tanah Suci. Ayah empat putra tersebut hampir saja khilaf dan memarahi
pimpinan travel. Tapi ia terus bersabar dan bertawakal. Penggarap juga
pemain film Kun Fa Yakun ini sempat pesimis dirinya takkan
pernah berhaji. Yusuf sempat trauma membicarakan masalah haji, tapi
kemudian bangkit lagi. Ia kemudian menyerahkan keinginan mulianya kepada
Sang Khalik.
Di tengah kondisi yang kurang mengenakkan, tiba-tiba seorang
sahabatnya dari luar kota datang dan hendak meminjam uang sebesar Rp 40
juta. Uang tersebut akan digunakan sahabatnya memberangkatkan saudaranya
ke Tanah Suci. Karibnya itu memberi jaminan sebuah mobil tua yang kalau
dijual harga tertingginya sekitar Rp 30 juta.
”Subhanallah walhamdulillah, karena saya sering menyuruh
orang untuk bersedekah, saya diuji bertubi-tubi,” ujarnya. Dengan
kesabaran dan keikhlasan, ia pun memberikan uang tersebut kepada
kawannya. Sedangkan mobil tua itu ia biarkan saja.
Yusuf sempat bertanya pada Allah tentang hikmah apa yang ada di balik
semua ujian kegagalannya berhaji. Setelah pendaftaran haji 2006
ditutup, ia pun pasrah. Tapi di luar dugaan, ia bertemu dengan seorang
Habib keturunan Arab yang mengajaknya makan siang.
Di akhir pertemuannya, sang Habib menanyakan kapan berangkat haji.
”Saya cuma katakan, tidak jadi berangkat. Tidak punya uang,” ujar Yusuf.
Allah kemudian menunjukkan Kuasa-Nya. Di saat pendaftaran haji sudah
tutup, ia bersama istrinya justru berangkat ke Tanah Haram. Yusuf pun
semakin sadar apa yang ada dalam persepsi manusia tidak sepenuhnya
benar. Ia pun semakin merasakan kehebatan sedekah yang luar biasa.
”Allah memiliki skenario terbaik,” tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar