Dalam beberapa pidato yang menggetarkan hati jutaan pendengarnya, Presiden Soekarno beberapa kali menyelipkan petikan ayat suci Alquran.
Dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) awal 1960-an, umpamanya, orator ulung itu mengutip penggalan surah ar-Ra’d [13]: 11… “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri…”
Maksud Bung Karno kala itu menggemakan semangat bangsa Indonesia lewat forum internasional untuk mengubah keadaan (nasib) menjadi lebih baik di masa depan.
Presiden pertama RI itu tidak keliru, karena kata “qowmin” dalam teks aslinya—seperti dikutip Muhammad Abduh dalam Risalatut Taukhid—menyangkut nasib suatu kaum (masyarakat dan bangsa), bukan nasib seseorang.
Entah karena latah atau biar tampak beragama dengan baik dan benar, sampai sekarang pun banyak orang suka mengutip penggalan ayat itu bila bicara tekad untuk mengubah nasib. Tafsirnya pun meniru persis Soekarno—perubahan dari negatif (kurang mampu, miskin, terbelakang) menjadi positif (mampu, modern, maju).