Eramuslim.com | Media Islam Rujukan,
Thomas
Wheeler, CEO Massachusetts Mutual Life Insurance Company, dan istrinya
sedang menyusuri jalan raya antarnegara bagian ketika menyadari bensin
mobilnya nyaris habis. Wheeler segera keluar dari jalan raya bebas
hambatan itu dan tak lama kemudian menemukan pompa bensin yang sudah
bobrok dan hanya punya satu mesin pengisi bensin. Setelah menyuruh
satu-satunya petugas di situ untuk mengisi mobilnya dan mengecek oli,
dia berjalan-jalan memutari pompa bensin itu untuk melemaskan kaki.
Ketika
kembali ke mobil, dia melihat petugas itu sedang asyik mengobrol dengan
istrinya. Obrolan mereka langsung berhenti ketika dia membayar si
petugas. Tetapi ketika hendak masuk ke mobil, dia melihat petugas itu
melambaikan tangan dan dia mendengar orang itu berkata, “Asyik sekali
mengobrol denganmu.”
Setelah
mereka meninggalkan pompa bensin itu, Wheeler bertanya kepada istrinya
apakah dia kenal lelaki itu. Istrinya langsung mengiyakan. Mereka pernah
satu sekolah di SMA dan pernah pacaran kira-kira setahun.
“Astaga,
untung kau ketemu aku,” Wheeler menyombong. “Kalau kau menikah
dengannya, kau jadi istri petugas pompa bensin, bukan istri direktur
utama.”
“Sayangku,”
jawab istrinya, “Kalau aku menikah dengannya, dia yang akan menjadi
direktur utama dan kau yang akan menjadi petugas pompa bensin.” (The
Best Of Bits & Pieces, satu dari 71 Kisah dalam Buku Chicken Soup
For The Couple’s Soul)
Kisah
diatas memberikan satu hikmah kepada kita bahwa banyak manusia yang
menjadi manusia sukses karena dukungan dari wanita yang menjadi
istrinya, dan sebaliknya, tidak sedikit juga lelaki yang jatuh dan
hancur oleh karena wanita yang dinikahinya itu.
Sungguh,
pernikahan adalah upaya penyatuan dua kekuatan yang jika kita berhasil
melakukannya maka keberhasilan pun akan kita raih, meski harus terlebih
dulu –dan juga memakan waktu yang tidak sebentar- melewati berbagai
halangan menghadang. Setiap debu berkali-kali menerpa bening mata kita
sehingga membuat suram jalan terbentang dihadapan, ombak yang tak jarang
dengan tiba-tiba menerjang mahligai rumah tangga, badai dan angin yang
meliuk-liuk mengintai dan siap menghantam kokohnya bangunan cinta yang
tersusun indah dalam bingkai perkawinan. Sungguh, jika bukan karena
keberhasilan memadukan dua kekuatan yang dimiliki kedua insan pasangan
suami istri, mungkin pernikahan hanyalah tinggal cerita.
Dan
satu tonggak kokoh yang membuat kaki-kaki ini tetap berdiri melangkah
bersama menyusuri perjalanan berumah tangga selama sekian puluh, bahkan
sekian ratus tahun hingga Allah menetapkan kehendaknya, adalah rasa
syukur dan penerimaan yang tulus terhadap sebuah hati dan jiwa yang
Allah berikan untuk dipasangkan dengan kita. Sebuah qalbu indah yang
begitu ikhlas menjalin kebersamaan melakukan semuanya berdua dengan kita
sehingga bersamaan dengan itu, Allah pun menurunkan ketenangan,
kebahagiaan dan kasih sayang (sakinah, mawaddah dan rahmah) menyertai
dua hati yang menyatu itu.
Cinta,
saling percaya, pengorbanan, dan berbagai tonggak lainnya seolah
menjadikan biduk rumah tangga sepasang suami istri akan tetap oleng
diterjang badai jika tak memiliki tonggak yang satu ini. Oleh karena itu
percayalah, apapun yang kita dapatkan, kita miliki, segala
keberhasilan, kesuksesan dan segala yang menjadi kebanggaan kita saat
ini, bukanlah semata upaya diri sendiri. Bukankah seharusnya kita
bersyukur karena Allah telah menganugerahkan sebuah jiwa yang juga
begitu kuat mendorong kita dari dalam rumah, dari pembaringan dalam
kamar tidur, dari meja makan, untuk bisa menjulang ke atas.
Jika
pun kesuksesan itu teraih semasa sebelum kita menikah, bukankah pula
seharusnya kita bersyukur karena Allah telah menghadirkan satu hati suci
untuk hidup berdampingan dengan kita bukan karena ketampanan, atau
kegemilangan kita. Sehingga kemudian, hatinya tidak sombong, juga tidak
kikir dan bakhil. Kekasih hati yang seperti ini jugalah yang tetap
menjaga hati kita untuk melihat kebawah dan mengulurkan tangan kepada
yang lemah. Bersyukur pulalah, karena hatinya yang begitu bersih –yang
Allah berikan untuk kita- tidak membuat kita lupa diri yang bisa-bisa
menghancurkan dan membuat kita terjatuh dari puncak kejayaan. Dia
senantiasa mengingatkan kita ketika khilaf mulai terobsesi dengan
kepuasan dunia, dia yang juga menarik kaki ini dari lingkar batas-batas
jurang keserakahan harta, dan dengan sekuat tenaganya yang lemah, dia
juga berusaha menahan tubuh kita yang terkadang tanpa disadari sudah
berada di pintu kesombongan, sehingga kita pun terluput dari murka
Allah.
Sungguhpun
ada sebagian pasangan yang harus menjalani rumah tangganya diatas
lembar-lembar kekurangan, kesederhanaan dan jalinan keprihatinan.
Tetaplah bersyukur karena Allah masih memberikan satu harta yang tak
ternilai harganya, yakni satu mutiara yang tetap berdiri merapat dengan
ikhlasnya menjalani kekurangan, kesederhanaan dan keprihatinan bersama
kita. Jiwa yang begitu kuat untuk tidak tergoda dan iri dengan
kegemerlapan tetangganya, bahkan terkadang ia lebih kuat dari kita
sendiri, sehingga pancaran kekuatannya itulah yang membantu kita tetap
berdiri. Semakin prihatin dan sulitnya kita mengarungi hidup, semakin
merapat tubuhnya kepada kita. Sungguh, jangan pernah mengira bahwa
kesengsaraan anda hanyalah karena anda menikah dengannya.
Adakah
yang pernah menyesali pernikahan? Mungkin terlalu pahit untuk menerima
kenyataan rumah tangga yang tidak terdapat didalamnya kebahagiaan,
ketenangan dan kasih sayang. Kegetiran sekejap melanda batin ini tatkala
biduk cinta yang dibangun tak sekuat yang direncanakan, bahwa hempasan
ombak yang menerjang tak sebesar yang dibayangkan, sehingga kita pun
tidak siap menerima setiap cobaan, sehingga tidak sedikit rajutan kasih
sayang yang terurai berserakan. Namun, bukankah pula dari balik semua
itu, Allah memberikan kita hikmah yang begitu mendalam, bahwa ada
manusia yang menjadi baik dengan anugerah kebaikan dan ada manusia yang
diuji kebaikannya dengan kepahitan dan kegetiran agar ia tetap menjadi
baik. Selain itu, Allah yang Maha Adil dan Maha Kasih juga sudah memberi
anda pelajaran tentang makna hidup lebih dari orang lain yang tidak
pernah mengalami kegagalan, meski tidak jarang manusia tidak mau
menerima kenyataan itu. Wallahu a’lam bishshowaab. (Bayu Gautama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar