Selasa, 17 Maret 2015

Kisah Pilu Seorang Nenek Penjual Tempe


Allah selalu punya jawaban atas doa seseorang. Jawaban doa itu bisa iya, bisa tidak, atau.. Tuhan punya rencana yang lebih baik untuk umat-Nya, seperti dalam kisah berikut ini.


Di sebuah pinggir kota, hidup seorang nenek yang hidup seorang diri. Untuk dapat menyambung hidup, nenek tersebut berjualan tempe setiap hari. Pada suatu hari, sang nenek terlambat memberi ragi, sehingga tempe tidak matang tepat pada waktunya. Saat daun pisang pembungkus tempe dibuka, kedelai-kedelai masih belum menyatu. Kedelai tersebut masih keras dan belum menjadi tempe.

Hati sang nenek mulai menangis. Apa yang harus dilakukan? Jika hari ini dia tidak bisa menjual tempe tersebut, maka dia tidak akan dapat uang untuk makan dan membeli bahan tempe untuk esok hari. Dengan air mata yang masih mengalir, sang nenek mengambil wudhu lalu salat Subuh di rumahnya yang sangat kecil dan memprihatinkan.

"Ya Allah, tolong matangkan tempe-tempe itu. Hamba-Mu tidak tahu harus berbuat apalagi untuk menyambung hidup dengan cara yang halal. Hamba tidak ingin menyusahkan anak-anak hamba. Kabulkan doa hamba-Mu yang kecil ini ya Allah.." demikian doa sang nenek dengan linangan air mata.
Setelah selesai salat Subuh, sang nenek membuka daun pisang pembungkus tempe, tidak ada satupun yang matang. Keajaiban belum datang, doanya belum dikabulkan. Tetapi sang nenek percaya jika doanya akan terkabul, sehingga dia berangkat ke pasar saat matahari belum bersinar, mengejar rezeki dengan menjual tempe.

Sesampai di pasar, sang nenek kembali membuka pembungkus tempe. Masih belum matang. Tak apa, nenek tersebut terus menunggu hingga matahari bersinar terik. Satu persatu orang yang berbelanja berlalu lalang, tetapi tak ada satupun yang mau membeli tempe sang nenek. Matahari terus bergerak hingga para pedagang mulai pulang dan mendapat hasil dari berjualan.

Tempe dagangan penjual lain sudah banyak yang habis, tetapi tempe sang nenek tetap belum matang. Apakah Tuhan sedang marah padaku? Apakah Tuhan tidak menjawab doaku? Begitulah rintihan hati sang nenek, air matanya kembali mengalir.

Didatangi seseorang

Tiba-tiba, ada seorang ibu yang menghampiri sang nenek. "Apakah tempe yang ibu jual sudah matang?" tanya sang pembeli. Sang nenek menyeka air mata lalu menggeleng, "Belum, mungkin baru matang besok," ujarnya.
"Alhamdulillah, kalau begitu saya beli semua tempe yang ibu jual. Daritadi saya mencari tempe yang belum matang, tetapi tidak ada yang menjual. Syukurlah ibu menjualnya," ujar sang pembeli dengan suara lega.

"Kenapa ibu membeli tempe yang belum matang?" tanya sang nenek dengan heran. Semua orang selalu mencari tempe yang sudah matang.
"Anak laki-laki saya nanti malam berangkat ke Belanda, dia ingin membawa tempe untuk oleh-oleh karena di sana susah mendapat tempe. Kalau tempe ini belum matang, maka matangnya pas saat anak saya sampai ke Belanda," ujar sang ibu dengan wajah berbinar.

Inilah jawaban atas doa sang nenek. Tempe-tempe itu tidak langsung matang dengan keajaiban, tetapi dengan jalan lain yang tidak dikira-kira. Ingatlah sahabat, Tuhan selalu punya jawaban terbaik untuk doa umat-Nya. Kadang sebuah doa tak langsung mendapat jawaban. Kadang doa seseorang tidak dijawab dengan 'iya' karena Tuhan selalu punya rencana terbaik untuk hamba-Nya.

Sumber : http://www.wanitamuslimah.org/2015/03/kisah-pilu-seorang-nenek-penjual-tempe.html

Jumat, 06 Maret 2015

Kisah Bilal & Adzan Terakhirnya


Semenjak Rasulullah wafat, Bilal menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi.
Ketika Khalifah Abu Bakar memintanya untuk menjadi muadzin kembali, dengan hati pilu nan sendu bilal berkata: "Biarkan aku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muadzin siapa-siapa lagi."
Abu Bakar pun tak bisa lagi mendesak Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan.
Kesedihan sebab ditinggal wafat Rasulullah terus mengendap di hati Bilal. Dan kesedihan itu yang mendorongnya meninggalkan Madinah, dia ikut pasukan Fath Islamy menuju Syam, dan kemudian tinggal di Homs, Syria.
Lama Bilal tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Rasulullah hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya: "Ya Bilal, Wa maa hadzal jafa? Hai Bilal, mengapa engkau tak mengunjungiku? Mengapa sampai seperti ini?"
Bilal pun bangun terperanjat, segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah ke makam Rasulullah. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Rasulullah.
Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Rasulullah, pada sang kekasih.
Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucu Rasulullah Hasan dan Husein. Dengan mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Rasulullah tersebut.
Salah satu dari keduanya berkata kepada Bilal: "Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami ingin mengenang kakek kami."
Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon kepada Bilal
untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.
Bilal pun memenuhi permintaan itu.
Saat waktu shalat tiba, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada masa Rasulullah masih hidup.
Mulailah dia mengumandangkan adzan.
Saat lafadz Allahu Akbar dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok Nan Agung, suara yang begitu dirindukan itu telah kembali.
Ketika Bilal meneriakkan kata Asyhadu an laa ilaha illallah, seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sambil berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.
Dan saat bilal mengumandangkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan.
Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Rasulullah, Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya, lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Hari itu madinah mengenang masa saat masih ada Rasulullah diantara mereka.
Hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat. Adzan yang tak bisa dirampungkan.
...
Subhanallah... kisah diatas ini mampu mencampur adukkan perasaan kita.
Mampu membuat kita menitikkan airmata tanda kecintaan kita kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam, sebagaimana cinta kita pula kepada ummat Muhammad.
Itulah pentingnya ukhuwah...
karena ukhuwah itu merupakan penanda iman kita.

Sumber : NN

Rabu, 25 Februari 2015

Kaya dan Miskin Sama Saja



Kaya dan Miskin Sama Saja
Keutamaan orang kaya tergambar dalam hadits berikut:
Ustadz Salim A Fillah“Orang-orang miskin (dari para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) pernah datang menemui beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang (kaya) yang memiliki harta yang berlimpah bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi (di sisi Allah Ta’ala) dan kenikmatan yang abadi (di surga), karena mereka melaksanakan shalat seperti kami melaksanakan shalat dan mereka juga berpuasa seperti kami berpuasa, tapi mereka memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan ibadah haji, umrah, jihad dan sedekah, sedangkan kami tidak memiliki harta…”.
Dalam riwayat Imam Muslim, di akhir hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah kerunia (dari) Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya”.
Dan Keutamaan Orang-orang miskin tergambar dalam hadits berikut:
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin dan kumpulkanlah aku bersama dengan orang-orang miskin pada hari kiamat”. ‘Aisyah berkata, “Mengapa –wahai Rasulullah- engkau meminta demikian?” “Orang-orang miskin itu masuk ke dalam surga 40 tahun sebelum orang-orang kaya. Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau menolak orang miskin walau dengan sebelah kurma. Wahai ‘Aisyah, cintailah orang miskin dan dekatlah dengan mereka karena Allah akan dekat dengan-Mu pada hari kiamat”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (HR. Tirmidzi no. 2352. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

From : Ustadz Salim A Fillah

Selasa, 10 Februari 2015

Kenapa Smartphone Mahal Harus Ditambah Anti Gores & Cover Pengaman (Analogi Hikmah)


Kisah Seorang Anak dan Ayahnya...

Seorang gadis membeli sebuah Smartphone keluaran terbaru. Untuk melengkapi Smartphone nya gadis itu juga membeli layar antigores dan sebuah cover cantik untuk Smartphone tersebut. Gadis itu menunjukkan handphone barunya kepada sang ayah, kemudian terjadi percakapan seperti di bawah ini:


Ayah: “Wah, Hp mu bagus sekali nak. Berapa harganya?”
Gadis: “Harga Smartphone nya 7 juta, 200 ribu untuk
covernya, dan 100 ribu untuk antigoresnya.”
Ayah: “Oh, kenapa kamu sampai harus membeli cover dan antigoresnya? Padahal kamu bisa menghemat 300 ribu”.
Gadis: “Ayah! Aku sudah menghabiskan 7 juta untuk membeli Smartphone ini, bagaimana kalau Smartphone ini sampai rusak!? 300 ribu bukan apa-apa dibanding keamanan HP ku. Lagipula covernya membuat Hp ku semakin terlihat cantik.”
Ayah:” Hmm, bukankah berarti produsen Hp mu itu teledor karena membuat HP yang tidak cukup aman jika tidak pakai perlindungan?”
Gadis:” Tidak Ayah! Produsen Hp ini sendiri yang merekomendasikan untuk membeli layar antigores dan cover untuk perlindungan. Dan aku tentu tidak
mau Hp ku rusak!”
Ayah: “Apakah semua itu malah membuat
kecantikan hapemu berkurang?”
Gadis: “Tidak, malah Smartphone ku semakin terlihat cantik”.
Sang ayah menatap anak perempuannya
kesayangannya dengan senyum penuh sayang.
Kemudian sang ayah berucap,
“Anakku, kamu tahu ayah sangat menyayangimu. Kamu membayar 7 juta untuk membeli Smartphone favoritmu dan 300 ribu untuk perlindungannya.
Dan Ayah sudah membayar dengan segenap hidup ayah untuk memilikimu, apalah artinya kalau kau tidak mengcover dirimu dengan HIJAB untuk perlindunganmu.Handphone ini tidak akan
dipertanyakan di akhirat ini, tapi anakku, kau dan ayah akan dipertanyakan tentang perlindunganmu"


Tulisan dri Fb sebelah :-)

Rabu, 14 Januari 2015

Sukses Berkah


Ternyata sukses bukan dilihat dari seberapa tinggi jabatan, seberapa banyak harta maupun seberapa besar rumah yang kita miliki, namun lebih kebermanfaatannya harta, ilmu, waktu yang kita miliki untuk kita pribadi dan orang lain. Salam Sukses Berkah!

Golden Ways

Selasa, 13 Januari 2015

Kisah Hidup Hasan Al Banna Pendiri Ikhwanul Muslimin


Amat banyak kisah cinta yang abadi dalam catatan sejarah. Kisah-kisah cinta itu terbentang di sepanjang zaman dengan tingkat keharuman yang tak kurang pesonanya. Semakin sering dibincang, kisah-kisah cinta itu akan bertambah menginspirasi dan amat layak tuk diteladani.
Ini kisah tentang pemuda biasa yang mencintai Allah Swt dan menghabiskan waktunya untuk berdakwah. Ia adalah anak sulung dari delapan bersaudara. Ibunya adalah wanita shalihah bernama Hajjah Ummu Sa’ad Ibrahim Shaqr. Sedangkan bapaknya adalah seorang ahli agama, penghafal al-Qur’an dan Hadits yang berprofesi sebagai tukang jam, Ahmad Abdurrahman namanya.

Sebagaimana lazimnya seorang keluarga muslim, mereka menjalin silaturahim dengan tetangga-tetangga sekitar untuk mendakwahkan Islam. Salah satu keluarga yang menerima dakwah melalui keluarga ini adalah keluarga kalangan menengah bernama al-Hajj Husain as-Shuli.
Pada suatu hari, sang ibu berkunjung ke rumah tetangganya itu. Di tengah perbincangan, terdengarlah lantunan merdua nan syahdu ayat-ayat suci al-Qur’an yang berasal dari salah satu ruangan rumah. Bacaannya bukan sekedar bacaan. Dari lantunan itu bisa dirasakan betapa pembacanya amat menghayati makna dan larut dalam kisah-kisah Qur’ani tersebut. Sebab keingintahuan yang mendalam, sang ibu pun menanyakan siapakah pelantun khusyuk ayat-ayat Allah Swt itu. Dijawab oleh keluarga itu, “Dia adalah putri kami,” namanya, “Lathifah ash-Shuli.”

Betapa bersuka citanya sang ibu selepas mendengar bacaan al-Qur’an nan merdu itu. Sesampainya di rumah, tanpa berpikir dua kali, ia langsung berkata kepada anak sulungnya, ia hendak menikahkannya dengan sang wanita pelantun merdu Kalam Ilahi yang baru sekali didengarnya. Tatkala itu, bahkan sang ibu belum pernah melihat bagaimana wajah dan keadaan fisik wanita yang hendak dijadikannya sebagai menantu. Amat yakin, hanya karena mendengar bacaan al-Qur’annya untuk yang pertama kali!

Sang pemuda adalah sosok yang taat kepada orangtuanya. Sama sekali tak ada pertentangan dalam dirinya akan maksud sang ibu itu. Dia yakin bahwa ibunya tak mungkin salah apalagi asal pilih. Qadarullah, pemuda itu menikah dengan sang wanita pelantun al-Qur’an. Selanjutnya, pasangan dakwah ini menjadi buah bibir banyak kalangan karena inspirasi yang ditebarkannya.
Perjalanan rumah tangga kedua pasangan ini berlangsung selama 18 tahun. Mereka dikaruniai 6 anak. Semua anaknya berhasil menempuh pendidikan tinggi dan mendapat penghiduan yang layak. Ada yang menjadi istri seorang dai, yang lainnya menjadi advokat terkenal, ada juga yang menjadi dosen di Fakultas  Kedokteran salah satu universitas di negerinya.

Sang pemuda shalih yang merupakan ayah bagi keenam anak dan kepala keluarga bahagia itu, wafat di usia yang relatif muda. Meskipun nama, jasa dan kerja-kerja dakwahnya terus menjadi rujukan dan menjadi fenomenal hingga kini dan nanti, insya Allah.

Yang patut menjadi teladan diantaranya beliau tak pernah sekalipun mengatakan kalimat yang kasar kepada istri dan anak-anaknya, senantiasa menyempatkan waktu untuk membantu pekerjaan istrinya,menjadi imam Tahajjud setiap ada di rumah, memanfaatkan waktunya untuk memperjuangkan umat dan dai yang senantiasa dikenang oleh murid-muridnya.

Salah satu kalimat yang amat masyhur disampaikannya kepada sang istri, “Wahai Ummu Wafa, istana menanti kita di surga. Allah tak akan menyia-nyiakan amal kita.” Beliau adalah Hasan al-Banna. Dai yang dibunuh oleh rezim keji Mesir kala itu. Ikhwanul Muslimin yang didirikannya hingga kini terus bertumbuh dan berbuah; memberikan kemanfaatan untuk kaum muslimin di seantero dunia.
Sumber http://kisahikmah.com/dai-jutaan-umat-yang-masih-sempat-membantu-istrinya-di-rumah/

Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu.

Rabu, 31 Desember 2014

Keutamaan Dzikir

Embedded image permalink

Siapa yg mengucapkannya selesai shalat, Aku (Allah) ampuni kesalahan2 nya walaupun sebanyak buih di lautan”. (HR Muslim)