Pertama kali dapat buku ini sekitar 2
tahun yang lalu, waktu itu teman merekomendasikan buku ini, akhirnya
jadi tertarik dan ikutan beli, bukunya sendiri tipis, tapi tips tips
yang di buku ini sangat bermanfaat buat saya pribadi, makanya jadi ingin
turut membagi tips tips yang ada di buku ini.
- Apakah anda mulai merasa kesulitan mengendalikan perilaku anak anda?
- Apakah anda dan pasangan sering nggak sepaham dalam mendidik anak anak?
- Apakah anak anda sering merengek dan maksa untuk dituruti kemauannya?
- Apakah anak anda sering berantem satu sama lain?
- Apakah anda kesulitan karena anak anda selalu nonton tv atau maen ps?
Jika anda menjawab ya dari salah satu
pertanyaan diatas, maka ada baiknya baca tips tips dibawah ini. Berikut
ini adalah tips tips dari buku Ayah Edy ini.
1. Raja yang Tak Pernah Salah
Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar
jalan tidak jarang tanpa sengaja mereka menabrak kursi atau meja. Lalu
mereka menangis. Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua supaya tangisan
anak berhenti adalah dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja
mereka tabrak. Sambil mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah
Papa/Mama pukul kursi/mejanya…sudah cup….cup…diem ya..Akhirnya si anak
pun terdiam.
Ketika proses pemukulan terhadap benda
benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah mengajarkan
kepada anak kita bahwa ia tidak pernah bersalah.
Yang salah orang atau benda lain.
Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia
mengalami suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru
atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar. Akibat lebih
lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah
orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.
Kita sebagai orang tua baru menyadari hal
tersebut ketika si anak sudah mulai melawan pada kita. Perilaku melawan
ini terbangun sejak kecil karena tanpa sadar kita telah mengajarkan
untuk tidak pernah merasa bersalah.
Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan
ketika si anak yang baru berjalan menabrak sesuatu sehingga membuatnya
menangis? Yang sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah ia untuk
bertanggung jawab atas apa yang terjadi; katakanlah padanya (sambil
mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit): ” Sayang, kamu terbentur
ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu
supaya tidak membentur lagi.”
2. Berbohong Kecil
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang
selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya, Mengapa? KArena mereka
percaya sepenuhnya pada orang tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar,
ia sudah tidak menuruti perkataan atau permintaan kita? Apa yang
terjadi? Apakah anak kita sudah tidak percaya lagi dengan perkataan atau
ucapan-ucapan kita lagi?
Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap
hari sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu
contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak
kita meminta ikut atau mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita
lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita
lebih memilih berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat
lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau yang ekstrem kita
mengatakan, “Papa/Mama hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya,
sebentaaar saja ya, Sayang.” Tapi ternyata, kita pulang malam. Contah
lain yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi makan anak
kita, “Kalo maemnya susah, nanti Papa?Mama tidak ajak jalan-jalan loh.”
Padahal secara logika antara jalan-jalan dan cara/pola makan anak, tidak
ada hubungannya sama sekali.
Dari beberapa contah di atas, jika kita
berbohong ringan atau sering kita istilahkan “bohong kecil”, dampaknya
ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua.
Anak tidak dapat membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau
tidak. akibat lebih lanjut, anak menganggap semua yang diucapkan oleh
orang tuanya itu selalu bohong, anak mulai tidak menuruti segala
perkataan kita.
Apa yang sebaiknya kita lakukan?
Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian:
“Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo Papa/Mama ke kebun binatang, kamu bisa ikut.”
Kita tak perlu merasa khawatir dan
menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya membutuhkan waktu
lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka
menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang
tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan
pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan
memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila
pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat
selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu
jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu memahami dan menuruti
apa yang kita katakan.
3. Banyak Mengancam
“Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada yang mau menolong!”
“Jangan ganggu adik,nanti MAma/Papa marah!”
Dari sisi anak pernyataan yang sifatnya
melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara berteriak tanpa kita
beranjak dari tempat duduk atau tanpa kita menghentikan suatu aktivitas,
pernyataan itu sudah termasuk ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan
“….nanti Mama/Papa marah!”
Seorang anak adalah makhluk yang sangat
pandai dalam mempelajari pola orang tuanya; dia tidak hanya bisa
mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat membelokkan pola atau
malah mengendalikan pola orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita sering
menggunakan ancaman dengan kata-kata,namun setelah itu tidak ada tindak
lanjut atau mungkin kita sudah lupa dengan ancaman-ancaman yang pernah
kita ucapkan
Apa yang sebaiknya kita lakukan? .
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti
itu. Dekati si anak, hadapkan seluruh tubuh dan perhatian kita padanya.
tatap matanya dengan lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak
senang dengan tindakan yang mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas
dengan kata-kata, “Sayang, Papa/Mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan
mainan ini pada adikmu. Papa/Mama akan makin sayang sama kamu.” Tidak
perlu dengan ancaman atau teriaka-teriakan. Atau kita bisa juga
menyatakan suatu pernyataan yang menjelaskan suatu konsekuensi, misal
“Sayang, bila kamu tidak meminjamkan mainan in ke adikmu,Papa/Mama akan
menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. MAinan akan
Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke adikmu.
Tepati pernyataan kita dengan tindakan.